Selasa, 17 Agustus 2010

Gejolak Petani TLS Memanas

MEDIAJAMBI—Gejolak di perkebunan kelapa sawit PT Tunjuk Langit Sejahtera (TLS) semakin memanas. Setelah aksi pendudukan lahan yang dilakukan petani di Koto Buayo Kecamatan Batin XXIV Batanghari, giliran KUD Sadar mengakui bahwa ada petani yang telah melunasi utangnya. Kapolrespun turun tangan, meminta KUD dan perusahaan transparan soal pembayaran warga.
Bertempat di Balai Laluan Polres Batanghari, Kapolres memediasi pertemuan antara KUD Sadar dan para petani, Jum’at (13/8) lalu. Kegiatan ini dipimpin langsung Kapolres Batanghari, AKBP Tjahyono Saputro Sik berikut Asisten II Setda Batanghari, Rijaluddin.
Cipto, petani TLS ketika dihubungi Media Jambi mengatakan, pertemuan ini sebagai tindak lanjut peristiwa yang terjadi beberapa waktu terakhir. “Di pertemuan itu, ada pengakuan KUD Sadar bahwa ada petani yang telah melunasi pembayaran kebunnya. Tapi KUD belum pernah memberitahukan pada kami sehingga potongan terus terjadi,” ungkap Cipto.
Menanggapi hal itu, lanjut Cipto—Kapolres mendesak KUD menyedakan lahan untuk petani yang telah diusir karena lahan mereka dijadikan lahan inti dan diHGUkan perusahaan.
Disatu sisi, informasi adanya petani yang telah lunas merupakan informasi berharga. Namun Cipto mengaku bingung. Pasalnya petani tidak pernah mengetahui berapa sebenarnya utang mereka. Apalagi selama ini mereka juga terus dipaksa menandatangani Surat Pengakuan Hutang (SPH) oleh perusahaan. Sementara Bank Mandiri menyatakan, petani tidak pernah mengangsur utang dan utang KUD membengkak hingga Rp 137 miliar.
Situasi panas tidak hanya mewarnai pertemuan. Tapi sudah berlangsung sejak beberapa waktu terakhir. Ketika terjadi bentrok antara petani dan aparat Brimob yang menjaga aksi pendudukan lahan di Koto Buayo, Senin (9/8) lalu. Saat kejadian, seorang petani, Supangat diduga terkena peluru aparat brimob hingga harus menjalani perawatan intensif. Petani lain, Imam ditetapkan sebagai tersangka diduga melakukan penyerangan pada aparat saat pendudukan lahan.
Roni, petani lain mengatakan, upaya mereka merupakan wujud penegakan hukum. Apalagi mereka bertindak sesuai keputusan Mahkamah Agung No : 1008 K/Pid/2009 tertanggal 16 Desember 2009. Dirinya bersama petani lainnya menuntut pengembalian seluruh pemotongan 30 persen dari hasil TBS dan selisih harga yang selama ini dilakukan oleh PT TLS ataupun pihak lain.
“Siapa yang tidak mengikuti keputusan Mahkamah Agung, sudah jelas melanggar hukum, atau jangan-jangan mereka memang kebal hukum,” kata Roni. Dia berharap, aparat penegak hukum dapat bekerja sesuai hati nurani. Benar-benar menegakkan kebenaran berdasarkan fakta yang ada. (jun)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar