Senin, 20 Desember 2010

Wajah Buram Jalan Kota

Perseteruan Wako-Wawako Mencuat

MEDIAJAMBI — Perseteruan antara Walikota Jambi, Bambang Priyanto dan Wakil Walikota Jambi, Sum Indra semakin mencuat. Setelah tiga hari Sidang Paripurna Pembahasan RAPBD Kota, Wawako terlihat absen. Bahkan Wako yang tidak hadir pada rapat hari ketiga, justru diwakili Sekda hingga menimbulkan tanda tanya para anggota dewan.

Puncak perseteruan terungkap saat Fraksi PAN DPRD Kota Jambi melakukan interupsi atas ketidakhadian wawako ini. “Seharusnya Walikota menyerahkan tugas yang tidak bisa beliau hadiri kepada wakil. Dan itu proseduralnya. Bukan kepada Sekda,” tukas Edi Syam, Kamis (16/2) lalu.

Ketidakhadiran Walikota karena kesibukan tertentu, terutama urusan dinas menjadi hal yang wajar. Namun dapat digantikan Wakil Walikota dalam membahas rencana keuangan Pemkot Jambi tahun 2011 ini. “Lalu kenapa harus mengutus Sekda. Ini mengesampingkan tugas seorang wakil. Saya harap walikota menyadari hal tersebut, tugas walikota dan wakil walikota ada undang-undangnya,” katanya.

Pernyataan ini diperkuat pernyataan Wakil Ketua DPRD Kota Jambi, Raden Suwandi. Dikatakan, tindakan walikota sudah tidak prosedural. ”Kami menyayangkan hal tersebut, kenapa walikota hanya mengambil keputusan seorang diri, tidak melakukan koordinasi dengan wakil walikota,’’tambahnya.

Apalagi dalam kondisi resmi, hal ini menimbulkan tanda tanya dimata publik. “Seolah-olah ingin menunjukkan, bahwa perpecahan diantara mereka kian kentara,” tukas Suwandi.

Seperti diketahui, retaknya hubungan pasangan ini berawal sejak Walikota Jambi, Bambang Priyanto “Dicerai” partai pengusungnya. Yakni PAN, PPP, PBB dan PKPB Kota Jambi. Keadaan semakin memburuk seiring tidak dilibatkannya Wawako dalam menentukan kebijakan strategis pemerintahan. Kepada wartawan Walikota mengaku hubungannya dengan Wakilnya, baik-baik saja. “Tidak ada apa-apa, baik-baik saja, semua berjalan dengan lancar,” katanya.
Sementara Sum Indra, sulit untuk ditemui. Beberapa kali coba dihubungi di ruang kerjanya, Ketua DPC PAN Kota Jambi itu jarang berada di tempat. Menurut stafnya saat ini, Sum Indra tengah mengambil pendidikan S2nya di Jakarta. “Bapak tidak masuk karena ke Jakarta sekolah S2nya,” kata stafnya. Sum Indra juga jarang ditemui bertugas dilapangan. (mas)

Lagi, Siswa Dipungut “Biaya Siluman”

MEDIAJAMBI—Dunia pendidikan di Kota Jambi kembali tercoreng. Setelah Siswa SMAN 6 memprotes uang pembangunan yang tidak jelas dasar hukumnya beberapa waktu lalu, kali ini aksi serupa dilakukan siswa SMKN 3 Kota Jambi. Mengingat besarnya uang pungutan untuk Pendidikan Sistem Ganda dan uang praktek lainnya mencapai Rp 580 ribu per siswa.

Tuntutan ini terungkap dalam aksi unjuk rasa yang dilakukan sekitar seratus siswa dan orang tua murid, Jum’at (17/12) lalu di gedung DPRD Kota Jambi. Para siswa meminta, anggota dewan mencari solusi agar “biaya siluman” untuk PSG dan praktek dapat diminalisir.

Gilang, siswa SMKN 3 dalam aksi tersebut menyatakan, tiap siswa dikenakan biaya mencapai Rp 580 ribu. untuk melunasi uang lembaran siswa kelas X sebesar Rp. 130.000, kelas XI Rp. 130.000, kelas XII Rp. 110.000 serta bagi siswa kelas XII, ditambah uang PSG sebesar Rp. 450.000 per orang.


Odah (35), salah satu wali murid yang ikut dalam aksi ini meminta, pihak sekolah menjelaskan perincian biaya tersebut. “Kasihan kami orang tua murid yang penghasilan yang tidak memadai. Maksud kami menyekolahkan di sekolah negeri, agar biaya lebih ringan dan mendapat bea siswa. Tapi kenyataannya di sekolah dikenai biaya embel-embel yang besarnya sama dengan sekolah swasta,” tukasnya sambil meminta, agar semua biaya tersebut dihapuskan saja.

Ketua Komite SMKN 3 Kota Jambi, Rusmadi mengatakan, selama ini tidak pernah menandatangani kesepakatan dengan pihak sekolah mengenai penarikan punggutan tersebut. Bahkan ia merasa belum menerima surat keputusan (SK) pengangkatan menjadi ketua komite sekolah hingga kini.

Sehingga praktis, biaya PSG belum disetujui pihak komite dan orang tua siswa. “Makanya para orang tua dan siswa mempertanyakan biaya yang dibebankan pada mereka. Pihak sekolah harus bisa memerinci pungutan itu untuk apa dan kemana saja lari dana tersebut,” tukas Rusmadi.

Kepala Dinas Pendidikan Kota Jambi, Syihabuddin mengatakan, persoalan ini akan dikembalikan ke pengurus sekolah. Untuk mencari solusi efektif, apakah biaya itu dapat dibatalkan jika para orang tua siswa merasa keberatan.

“Sekolah adalah dunia pendidikan yang membutuhkan dana. Namun tetap saja jangan terlalu berat membebani orang tua murid. Apalagi jika keputusan diambil tanpa ada persetujuan komite sekolah dan para orang tua siswa,” tukas Syihabuddin.(yen)

Dua Terminal Terbengkalai

MEDIAJAMBI — Keberadaan dua terminal di Kota Jambi terancam terbengkalai. Jika anggaran yang diusulkan tahun 2011 untuk rehab kedua terminal itu tidak terealisasi.

Kepala Dinas Perhubungan Kota Jambi, Alamina Pinem kepada wartawan, Rabu (16/12) lalu mengungkapkan kekhawatirannya pada kondisi Terminal Alam Barajo dan Terminal Sijenjang yang membutuhkan banyak perbaikan. Sementara, dari Rp 15 miliar yang diusulkan untuk rehab kedua terminal itu, hanya Rp 5 miliar yang disetujui.

”Kita butuh dana besar untuk melengkapi berbagai sarana dan prasarana perhubungan. Untuk rehab terminal Alam Barajo dan terminal Sijenjang saja, nampaknya yang disetujui hanya Rp 5 M, bila hanya itu yang disetujui, dua terminal ini terancam terbengkalai,” katanya

Sementara saat ini, kedua jembatan hampir seluruhnya tidak layak pakai. Terminal Alam Barajo Simpang Rimbo misalnya. Hampir semua pengguna jasa angkutan enggan memanfaatkan keberadaan loket. Selain sepi, banyak fasilitas pendukung lain yang tidak tersedia.

Demikian pula dengan Terminal Sijenjang yang berada persis sebelum Jembatan Batanghari II. Terminal pengumpul yang dimaksudkan sebagai sentra pengumpul komoditi pertanian dan perdagangan dari Kota dan Kabupaten sekitar ini “ibarat hidup segan mati tak mau”. Rumput dan ilalang tinggi memenuhi seputaran terminal yang dibangun sekitar dua tahun lalu ini.

”Terminal Alam Barajo masuk dalam tipe A, namun dari hasil evaluasi Alam Barajo tak layak pakai, kondisi ini juga terjadi di terminal Sijenjang dan terminal Simpang Kawat,’’terang Pinem.

Sementara anggaran untuk rehab, menurutnya sangat terbatas. Pinem berharap, Pemerintah Kota Jambi tidak sekadar mengejar penghargaan Wahana Tata Nugraha (WTN) terlebih dahulu. “Kita fasilitasi dulu kepentingan publik, nanti masyarakatlah yang menilai, kita layak dapat penghargaan atau tidak,” tegas Pinem. (yen)