Senin, 19 Juli 2010

Pencinta Scooter Jambi


Bukan Hanya Sekadar Penyalur Hoby

JIKA anda melintas di Simpang Mangga Pasar Kota Jambi tepatnya di depan lapangan parkir Mayang Sari pada malam Minggu akan terlihat puluhan pemilik scooter mania parkir. Penggemar kendaraan keluaran Italia ini mulai dari tua, muda, pejabat, penganggur hingga sampai anak jalanan ada. Scooter yang digunakan mulai dari keluaran terlama hingga yang teranyar.

Di Jambi ada sekitar delapan klub scooter mania yang tergabung dalam komunitas pencinta scooter Jambi (KPSJ). Diantaranya Broclusc Jambi, JCS, AJS Jes Timbore dan lain-lain beranggotakan sekitar 600 orang. Komonitas ini berdiri tahun 2008 lalu. “Namun kalau club terbentuk sejak lama ada yang berdiri sejak tahun 1990-an,” ujar Ketua KPSJ Yosep Ariandi (34) kepada Media Jambi, Minggu malam (16/7).

Berdirinya komunitas scooter ini bukan hanya sekadar penyalur hoby atau melestarikan dan mengoleksi kendaraan antik. Namun banyak kegiatan sosial seperti safety reading tentang tertib lalulintas. Mereka memiliki jiwa yang bebas, memiliki jiwa kekerabatan yang tinggi, tak jarang komunitas ini, menggelar event untuk saling berbagi. “Kita anggota komonitas scooter selalu patuh dengan rambu-rambu lalulintas,” tambahnya.

Selain itu, kebersamaan di dalam komunitas scooter tidak perlu disangsikan dan tak hanya berlaku di satu klub saja. Di manapun mereka berada dan berpapasan dengan club lainnya, dengan cepatnya dapat berbaur. “Namun tidak semua pencinta scooter ini masuk dalam komunitas. Mereka ada yang simpatisan saja, dan jika ada touring lalu bergabung,” tambahnya.

Agar masyarakat umum tidak lagi memandang sebelah mata terhadap scooter. Makanya mereka berupaya merangkul penggemar bukan pengendara scooter. “Dengan begitu filosofi tinggi scooter ini tetap bisa terjaga bahkan berada diposisi yang paling tinggi,” kata Yosep.
Komunitas scooter Jambi cukup disegani dan dikenal di Nusantara. Pasalnya para scooter Jambi ini telah melalang buana hingga ke Papua. “Para scooter kita sudah punya nama dan cukup dikenal,” ungkap Yosep.

Menariknya secara personal, anak-anak scooter ternyata lahir dari keluarga yang punya status sosial lebih, tapi mereka berpenampilan apa-adanya.
“Untuk menepis pandangan negatif itu memang tidak mudah,semua kembali ke person masing-masing, karena di komunitas vespa tidak mengenal aturan ataupun undang-undang yang mengikat, disini orang-orang bebas, komunitas adalah kebebasan tapi memiliki etika,” ujar Slamet (28) ketua Club Scooter Broclusc Jambi.

Walau terlihat urakan, namun mereka yakin para anggotanya tidak ada yang melanggar aturan. “Kita sarankan kepada seluruh anggota dalam berjalan harus mematuhi rambu-rambu. Karena jalan raya adalah milik seluruh warga. Dan Alhamdulillah jarang terdengar pengendara Vesva yang mengalami kecelakaan,” tambah Slamet. (mas)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar