Selasa, 27 Juli 2010

Merajut Kembali Tata Nilai Adat

JELANG akhir masa jabatannya, Gubernur Jambi, H Zulkifli Nurdin masih menyempatkan diri untuk membuka acara Pembekalan Adat Melayu Jambi Bagi Pengurus Lembaga Adat Melayu (LAM) Jambi Kabupaten/Kota dan Tokoh Masyarakat Kabupaten/Kota dalam Provinsi Jambi Angkatan XIII, Senin, 19 Juli lalu di Ruang Pola Kantor Gubernur Jambi. Gubernur berpesan, nilai-nilai adat-istiadat tidak boleh tergerus oleh kemajuan zaman.

Bagi gubernur Jambi dua periode ini, adat-istiadat mengandung nilai-nilai positif dalam kehidupan sehari-hari. Sayangnya, dalam kehidupan masyarakat pada era globalisasi dan kecanggihan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, nilai-nilai positif itu, makin jarang ditemui dan semakin terpinggirkan.
Pembekalan Adat Melayu Jambi dinilainya penting sebagai entry point dalam memahami fungsi dan peran adat Melayu dalam kehidupan dan penghidupan rumpun Melayu di Jambi. “Ada satu statement dari tokoh legendaries Melayu, yaitu Hang Tuah, yang lantang menyebut “tak kan hilang Melayu di bumi”. Pernyataan ini disadari persebaran ras Melayu yang begitu kokoh menjalankan prinsip hidup bahwa Melayu itu beradat. Pengertian beradat disini adalah selalu dan senantiasa memegang tata nilai kehidupan baik yang bersifat individual maupun komunal. “Keteguhan adat Melayu itu yang membuaat sejak ratusan tahun lalu sampai sekarang masih tetap dianut oleh masyarakat Melayu secara luas, tanpa dibatasi lokasi geografis”, ungkap gubernur.
Sebagai tata nilai yang terkristalkan dari kearifan lokal membawa manusia Melayu menemukan jati diri pada pelaksanaan adat sebagai suatu ibadah. Ini terkait pada prinsip “Adat Bersendi Syarak, Syarak Bersendikan Kitabullah” atau “Syarak Mengato Adat Memakai.” Adat yang bersendikan kitab Allah ini merupakan suatu prinsip, perspektif, paradigma yang sangat baik, yang mana adat sebagai norma dalam kehidupan keseharian masyarakat harus berdasarkan dan berlandaskan kitab Allah dan ajaran agama.
Jika prinsip adat Melayu (Adat yang bersendikan Kitab Allah) ini benar-benar bisa dipegang teguh dan diterapkan dalam kehidupan keseharian masyarakat, maka perilaku menyimpang, berbagai tindakan kejahatan, dan aksi-aksi anarkis tidak akan terjadi, sebab Kitabullah atau Kitab Allah yang berisikan ajaran agama tidak mengajarkan ketidakbaikan, namun sebaliknya kebaikanlah yang terkandung dalam Kitabullah itu.
Sayangnya, tatanan kehidupan Melayu tampaknya semakin tergradasi. Pergeseran dan perubahan tata nilai budaya semakin terasa mulai dari perkotaan sampai ke ceruk-ceruk pedesaan dan perkampungan. Pengaruh-pengaruh modernitas membuat kehidupan tradisional berangsur ditinggalkan. Untuk itu gubernur berpandangan agar masyarakat dapat merajut tata nilai adat-istiadat Melayu Jambi yang masih terpendam di khasahan pedesaan dalam bentuk tambo, seloko, dan pantun-pantun adat untuk dihimpun dan didokumentasikan, serta dikodifikasi secara apik, agar dalam aplikasi pranata peradilan adat dan kerapatan adat semakin kokoh dengan pegangan yang jelas.
Menyinggung Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Jambi 19 Juni 2010 yang berlangsung baik tanpa adanya kericuhan, merupakan cotoh positif, masyarakat bisa menghargai kemenangan dan menghindari sikap permusuhan, suatu hal yang tidak terlepas dari nilai-nilai adat (termasuk juga adat-istiadat Melayu). Mengakhiri masa jabatannya, Zulkifli Nurdin secara pribadi mengaku tetap bersedia mendukung pengembangan dan kemajuan budaya Melayu Jambi. Dia juga berharap, Gubernur Jambi berikutnya menaruh atensi yang sama bahkan lebih baik terhadap pengembangan adat Melayu Jambi.
Ketua Lembaga Adat Melayu Provinsi Jambi, H Hasip Kalimuddin Syam, Adipati Agung Mangkunegoro menyerukan agar adat Melayu Jambi jangan sampai kehilangan jati diri ditengah derasnya arus globalisasi sembari menghimbau seluruh peserta untuk memanfaatkan pembekalan adat Melayu Jambi ini semaksimalmungkin.(adv)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar